Kamis, 21 Juni 2012

Selasa, 15 Mei 2012

Anggaran Rumah Tangga IPM

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Pasal 1
Keberadaan Organisasi
1. Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tanggal 5 Shafar 1318 H, bertepatan dengan tanggal 18
Juli 1961 M dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta. Pernah mengalami perubahan
menjadi IRM dan kini berganti lagi menjadi IPM.
2. IPM pernah berubah nama menjadi IRM yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat
Ikatan Remaja Muhammadiyah No. VI/PP.IRM/1992 tertanggal 24 Rabiul Akhir 1413 H, bertepatan
dengan tanggal 22 Oktober 1992 dan disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Surat
Keputusan No. 53/SK/IV.13/1.b/1992 tertanggal 22 Jumadil awal 1413 H bertepatan dengan tanggal
18 Nopember 1992. Kemudian berganti kembali menjadi IPM tanggal 28 Oktober 2008 M pada saat
Muktamar XVI IRM di Solo.
Pasal 2
Kedudukan Pimpinan Pusat
Pimpinan Pusat IPM berkedudukan di Yogyakarta. Sedangkan penyelenggaraan aktivitasnya berada di
dua kantor yaitu di Yogyakarta dan Jakarta.
Pasal 3
Lambang
Lambang Ikatan Pelajar Muhamadiyah sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar adalah sebagai
berikut :

Pasal 4
Bendera
1. Bendera Ikatan Pelajar Muhamadiyah berbentuk persegi panjang berukuran panjang berbanding
lebarnya dua berbanding tiga berwarna dasar kuning, di bagian tengah bergambar lambang Ikatan
Pelajar Muhammadiyah dengan tulisan IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH berwarna merah di
bawahnya, seperti berikut :


2. Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Anggota Luar Biasa dan Anggota kehormatan
Ketentuan mengenai anggota luar biasa dan anggota kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 6
Pengajuan Menjadi Anggota Biasa
1. Pengajuan menjadi anggota diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Daerah.
2. Pimpinan Daerah sedikitnya 1 (satu) tahun sekali melaporkan tentang keanggotaan di
daerah Kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat.
3. Bagi mereka yang telah memenuhi persyaratan menjadi anggota, berhak mendapatkan kartu
anggota.
4. Ketentuan pelaksanaan dan pembuatan KTA diatur dalam ketentuan khusus yang dibuat
oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 7
Kewajiban dan Hak Anggota
1. Setiap anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah wajib untuk:
a. Setia pada perjuangan IPM.
b. Tunduk dan taat pada keputusan dan peraturan IPM.
c. Menjaga nama baik IPM, dan menjadi teladan utama sebagai pelajar muslim.
d. Turut mendukung kebijakan dan amal perjuangan IPM.
e. Membayar Uang Pangkal dan Iuran Anggota serta infaq yang ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat IPM.
2. Hak Anggota:
a. Memiliki kartu tanda anggota IPM.
b. Memberikan saran dan menyatakan pendapat demi kebaikan organisasi.
c. Mendapatkan pembinaan dari IPM.
d. Berhak memilih dan dipilih di dalam permusywaratan.
Pasal 8
Kewajiban dan Hak Kader
1. Kewajiban Kader:
a. Setia pada perjuangan IPM.
b. Tunduk dan taat pada keputusan dan peraturan IPM.
c. Menegakkan dan menjunjung nama baik IPM dan Muhammadiyah.
d. menjadi teladan yang utama sebagai pelajar muslim.
e. Turut mendukung dan melaksanakan kebijakan dan amal perjuangan IPM.
f. Menjadi penggerak dalam melaksanakan kebijakan dan amal perjuangan IPM.
2. Hak Kader:
a. Menyatakan pendapat didalam dan di luar permusyawaratan.
b. Memilih dan dipilih didalam permusyawaratan.
c. Mendapatkan pembinaan dari IPM.
Pasal 9
Pemberhentian Anggota
1. Anggota berhenti karena:
a. Meninggal Dunia.
b. Meminta berhenti atas kehendak sendiri.
c. Diberhentikan oleh tiap-tiap level pimpinan..
d. Menurut pasal 10 ayat 2 AD, yang sudah habis masa keanggotaannya dan tidak
mendaftar ulang.
2. Bagi anggota yang usianya lebih dari 24 tahun tetapi masih aktif menjabat sebagai pimpinan
IPM dapat melangsungkan kepemimpinannya hingga akhir masa jabatannya.
3. Anggota diberhentikan oleh Pimpinan Daerah setelah mendapat laporan dan pertimbangan
dari pimpinan di bawahnya karena:
a. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perjuangan IPM.
b. Melakukan tindakan yang merugikan dan merusak nama baik organisasi.
c. Melakukan tindak pidana dan terbukti kesalahannya di depan pengadilan.
4. Anggota yang diberhentikan berhak mengajukan keberatan kepada PD IPM setempat dan
apabila keputusan PD IPM tentang pengajuan keberatan dianggap tidak memuaskan maka
anggota yang diberhentikan berhak naik banding kepada permusyawaratan tingkat daerah.
5. Putusan pemberhentian anggota harus diumumkan.
Pasal 10
Susunan Organisasi
Susunan Organisasi terdiri dari:
a. Ranting
b. Cabang
c. Daerah
d. Wilayah
e. Pusat
Pasal 11
Ranting
1. Ranting adalah kesatuan anggota di sekolah atau madrasah atau pondok pesantren atau
masjid/mushalla atau panti asuhan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 10 orang yang
berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
2. Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian pimpinan secara rutin sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian umum secara rutin sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Memiliki sekolah atau masjid/mushalla sebagai pusat kegiatan
3. Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan
Daerah dengan surat keputusan.
4. Kepala sekolah sebagai pembina IPM di sekolah Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan
atau SMU/sederajat.
Pasal 12
Cabang
1. Cabang didirikan atas rekomendasi Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan atau
Musyawarah Cabang kemudian disahkan oleh Pimpinan Wilayah dengan Surat Keputusan.
2. Surat Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 di atas ditembuskan kepada
PD, PW, dan PP IPM serta Pimpinan Cabang Muhammadiyah setempat.
3. Cabang adalah kesatuan ranting di tingkat kecamatan yang terdiri atas sekurang-kurangnya
tiga (3) ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi ranting
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan sekolah Muhammadiyah
c. Perencanaan program dan kegiatan
4. Syarat pendirian Cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian pimpinan secara rutin sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian umum secara rutin tingkat Cabang sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Pelatihan kader Pimpinan tingkat Cabang
5. Cabang membawahi Ranting.
Pasal 13
Daerah
1. Daerah didirikan atas rekomendasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan atau Musyawarah
Daerah kemudian disahkan oleh Pimpinan Pusat dengan Surat Keputusan.
2. Surat Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 di atas ditembuskan kepada
Pimpinan Pusat IPM dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah setempat.
3. Daerah adalah kesatuan Cabang di tingkat Kabupaten/Kota yang terdiri atas sekurangkurangnya
tiga (3) Cabang yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Cabang
b. Perencanaan program dan kegiatan
4. Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
c. Pengajian pimpinan secara rutin sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
d. Pengajian umum secara rutin tingkat Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
e. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
f. Pelatihan kader Pimpinan tingkat Daerah
5. Daerah membawahi Cabang dan Ranting.
Pasal 14
Wilayah
1. Wilayah didirikan atas rekomendasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan atau
Musyawarah Wilayah kemudian disahkan oleh Pimpinan Pusat IPM dengan Surat
Keputusan.
2. Wilayah adalah kesatuan daerah di tingkat provinsi yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga
Daerah yang berfungsi
a. Membina dan berkoordinasi dengan Daerah
b. Marencanakan program dan kegiatan
3. Syarat pendirian Wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian pimpinan secara rutin sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian umum secara rutin tingkat Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Pelatihan kader pimpinan tingkat Wilayah
4. Surat Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 di atas ditembuskan kepada
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah setempat.
5. Wilayah membawahi Daerah, Cabang, dan Ranting.
Pasal 15
Pusat
1. Pusat ditetapkan berdasarkan Keputusan Muktamar.
2. Pusat membawahi Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting.
Pasal 16
Sifat Kepemimpinan
Kepemimpinan IPM bersifat kolektif-kolegial. Artinya, dalam melaksanakan dan memutuskan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama dengan penuh pertimbangan.
Pasal 17
Susunan Pimpinan
Susunan Pimpinan terdiri dari :
a. Pimpinan Pusat
b. Pimpinan Wilayah
c. Pimpinan Daerah
d. Pimpinan Cabang
e. Pimpinan Ranting
Pasal 18
Pimpinan Pusat
1. Pimpinan Pusat menentukan kebijakan IPM berdasarkan keputusan Muktamar dan
Konferensi Pimpinan Wilayah serta pedoman atau petunjuk Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
2. Pimpinan pusat mentanfidzkan permusyawaratan tingkat pusat, memimpin dan mengawasi
pelaksanaan kebijakan IPM.
3. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pimpinan Pusat membuat pedoman kerja dan
pembagian tugas serta wewenang antar anggota Pimpinan Pusat.
4. Dalam melaksanakan kebijakan ekstern yang menyangkut masalah penting, Pimpinan Pusat
berkewajiban konsultasi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
5. Pimpinan Pusat dapat membentuk perwakilan yang wewenang dan kedudukannya
ditentukan dalam rapat pleno PP atas dasar ketentuan Muktamar.
Pasal 19
Pimpinan Wilayah
1. Pimpinan Wilayah menentukan kebijakan IPM dalam wilayahnya berdasarkan garis
kebijakan pimpinan di atasnya dan keputusan permusyawaratan wilayah.
2. Pimpinan Wilayah mentanfidzkan keputusan-keputusan permusyawaratan wilayah,
memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakannya.
3. Pimpinan Wilayah memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakan atau instruksi Pimpinan
Pusat di wilayahnya.
4. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pimpinan Wilayah membuat pedoman kerja
dan pembagian tugas serta wewenang antar personil Pimpinan Wilayah atas dasar pedoman
kerja yang dibuat oleh PP IPM.
5. Pimpinan Wilayah membimbing dan meningkatkan amal usaha atau kegiatan daerah
dalam wilayahnya.
6. Dalam melaksanakan kebijaksanaan ekstern yang menyangkut masalah penting, Pimpinan
Wilayah berkewajiban berkonsultasi dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
7. Pimpinan Wilayah dapat membentuk Perwakilan Pimpinan Wilayah sesuai dengan
keputusan Musyawarah Wilayah.
8. Personal Pimpinan Wilayah berdomisili di tempat kedudukan Pimpinan Wilayah, dan apabila
tidak demikian maka harus mendapatkan persetujuan dalam permusyawaratan tingkat
Wilayah.
Pasal 20
Pimpinan Daerah
1. Pimpinan Daerah menentukan kebijakan IPM dalam daerahnya berdasarkan garis kebijakan pimpinan di atasnya dan keputusan permusyawaratan daerah.
2. Pimpinan Daerah mentanfidzkan keputusan-keputusan permusyawaratan daerah,
memimpin, dan mengawasi pelaksanaan kebijakannya.
3. Pimpinan Daerah memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakan atau instruksi Pimpinan
Pusat dan Pimpinan Wilayah.
4. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pimpinan Daerah membuat pedoman kerja
dan pembagian tugas serta wewenang antar personal Pimpinan Daerah atas dasar pedoman
kerja yang dibuat oleh PP IPM.
5. Pimpinan Daerah membimbing dan meningkatkan amal usaha atau kegiatan cabang dalam
daerahnya.
6. Dalam melaksanakan kebijaksanaan ekstern yang menyangkut masalah penting, Pimpinan
Daerah berkewajiban berkonsultasi dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
7. Personal Pimpinan Daerah berdomisili di tempat kedudukan Pimpinan Daerah, dan apabila
tidak demikian maka harus mendapatkan persetujuan dalam permusyawaratan tingkat
Daerah.
Pasal 21
Pimpinan Cabang
1. Pimpinan Cabang menentukan kebijakan IPM dalam cabangnya berdasarkan garis
kebijakan pimpinan di atasnya dan keputusan permusyawaratan cabang.
2. Pimpinan Cabang mentanfidzkan keputusan-keputusan permusyawaratan cabang,
memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakannya.
3. Pimpinan Cabang memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan
Pusat, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah.
4. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pimpinan Cabang membuat pedoman kerja
dan pembagian tugas wewenang antar personal Pimpinan Cabang atas dasar pedoman
kerja yang dibuat oleh PP IPM.
5. Pimpinan Cabang membimbing dan meningkatkan amal usaha/kegiatan ranting-ranting
dalam cabangnya.
6. Dalam melaksanakan kebijakan ekstern yang menyangkut masalah penting, Pimpinan
Cabang berkewajiban berkonsultasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah.
7. Personal Pimpinan Cabang berdomisili di tempat kedudukan Pimpinan Cabang, dan apabila
tidak demikian maka harus dapat mendapatkan persetujuan dalam permusyawaratan tingkat
cabang.
Pasal 22
Pimpinan Ranting
1. Pimpinan Ranting menentukan kebijakan IPM dalam rantingnya berdasarkan garis kebijakan
pimpinan di atasnya dan keputusan musyawarah ranting.
2. Pimpinan Ranting mentanfidzkan keputusan-keputusan permusyawaratan ranting,
memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakannya.
3. Pimpinan Ranting memimpin dan mengawasi pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan
Pusat, Pimpinan wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang.
4. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, Pimpinan Ranting membuat pedoman kerja
dan pembagian tugas wewenang antar personal Pimpinan Ranting atas dasar pedoman
kerja yang dibuat oleh PP IPM.
5. Pimpinan Ranting membimbing anggota dalam amalan kemasyarakatan dan hidup
beragama, meningkatkan kesadaran berorganisasi dan beragama serta menyalurkan aktivitas dalam amal usaha IPM sesuai bakat, minat, dan kemampuannya, serta telah lulus
persyaratan administrasi.
6. Dalam melaksanakan kebijakan ekstern yang menyangkut masalah penting, Pimpinan
Ranting berkewajiban berkonsultasi dengan kepala sekolah/Pimpinan Ranting
Muhammadiyah.
7. Pimpinan Ranting di perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan atau
SMA/sederajat dibina oleh kepala sekolah dan pembantunya dalam upaya menggerakan
IRM ranting di sekolah yang bersangkutan.
8. Pimpinan Ranting yang berkedudukan di luar sekolah Muhammadiyah, pembinaan
dilakukan oleh Pimpinan Ranting/Cabang Muhammadiyah.
Pasal 23
Pemilihan Pimpinan
1. Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau dengan menunjuk formatur atas
dasar keputusan musyawarah masing-masing.
2. Pedoman tata tertib pemilihan Pimpinan dibuat oleh Pimpinan Pusat, sesuai dengan hasil
keputusan musyawarah.
3. Tata tertib pemilihan pimpinan dibuat oleh pimpinan yang bersangkutan sesuai dengan hasil
musyawarah masing masing.
4. Untuk pemilihan pimpinan dibentuk panitia pemilihan:
a. Untuk Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Konferensi Pimpinan Wilayah atas usul
Pimpinan Pusat.
b. Untuk Pimpinan Wilayah, Daerah, dan Cabang ditetapkan oleh musyawarah masingmasing
atas usul Pimpinan IPM yang bersangkutan.
c. Untuk Pimpinan Ranting ditetapkan dalam rapat pleno Pimpinan.
5. Syarat untuk dapat dicalonkan sebagai anggota Pimpinan IPM:
a. Telah menjadi kader IPM dan mengamalkan ajaran Islam.
b. Setia pada maksud dan tujuan serta perjuangan IPM.
c. Taat pada garis perjuangan IPM.
d. Cakap dan berkemauan menjalankan tugasnya.
e. Tidak merangkap keanggotaan/jabatan, sebagaimana diatur dalam AD.
Pasal 24
Pergantian Pimpinan
1. Pergantian Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting disesuaikan dengan
pergantian pimpinan seperti yang dimaksud dalam pasal 22 Anggaran Dasar.
2. Pimpinan IPM yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai
dilakukan serah terima dengan pimpinan yang baru.
3. Setiap pergantian pimpinan IPM harus menjamin adanya peningkatan kualitas
kepemimpinan.
Pasal 25
Batas Umur Pimpinan
Batas maksimal umur Pimpinan Wilayah IPM dan Pimpinan Pusat IPM adalah 24 tahun pada
saat Musywil dan Muktamar.
Pasal 26
Pemberhentian Personal Pimpinan
1. Personal Pimpinan dinyatakan berhenti karena:
a. Meninggal dunia.
b. Meminta berhenti atas kehendak sendiri.
c. Diberhentikan.
2. Personal pimpinan diberhentikan oleh pimpinan di atasnya setelah mendapat pertimbangan
dari pimpinan yang bersangkutan.
3. Peronal pimpinan diberhentikan karena:
a. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perjuangan IPM.
b. Melakukan tindakan yang merugikan dan merusak nama baik organisasi.
c. Melakukan tindak pidana dan terbukti kesalahannya di depan pengadilan.
4. Personal pimpinan yang diberhentikan dapat mengajukan banding sampai
permusyawaratan tertinggi.
5. Keputusan pemberhentian pimpinan harus diumumkan.
6. Personal Pimpinan Pusat diberhentikan melalui rapat pleno dan mendapat persetujuan
dalam permusyawaratan tingkat Pusat.
Pasal 27
Pedoman Kerja
Untuk ketertiban jalannya pimpinan, maka Pimpinan Pusat IPM membuat pedoman umum kerja.
Pasal 28
Susunan Jabatan
1. Susunan jabatan Pimpinan IPM disusun oleh pimpinan IPM yang terpilih dalam tiap tingkat
permusyawaratan IPM.
2. Susunan jabatan pimpinan IPM terdiri dari dari Ketua Umum, Ketua-ketua Bidang,
Sekretaris Umum, Sekretaris-sekretaris Bidang, Bendahara Umum, Bendahara 1,
Bendahara 2 dan Anggota.
Pasal 29
Bidang–Bidang
1. Pimpinan IPM dapat membentuk bidang-bidang tertentu sebagai bagian yang penting dari
kepemimpinan IPM yang ditetapkan dalam Muktamar.
2. Pimpinan Ranting, susunan jabatan dapat menyesuaikan sesuai kebutuhan kecuali bidang
wajib: Perkaderan, KDI, dan PIP.
Pasal 30
Lembaga IPM
1. Pimpinan IPM dapat membentuk lembaga IPM.
2. Lembaga IPM adalah badan pembantu pimpinan yang melaksanakan hal-hal yang tidak
dapat ditangani langsung oleh pimpinan dalam hal pelaksanaan dan pengembangan
operasional program.
3. Batas wewenang dan kedudukan lembaga IPM seperti yang dimaksud ayat 1 di atas
ditentukan dalam surat keputusan pimpinan yang bersangkutan.
4. Lembaga IPM bertanggung jawab kepada Pimpinan IPM yang bersangkutan.
5. Personal lembaga IPM direkrut dari anggota IPM, simpatisan atau pelajar muslim lain yang
dianggap dapat mengemban amanah lembaga dan diberi tanggung jawab oleh masingmasing
pimpinan.
6. Pimpinan IPM dapat membubarkan lembaga IPM atau merubah susunan anggota pengurusnya.
7. Pimpinan IPM membuat kaidah umum lembaga IPM yang disyahkan dalam
permusyawaratan di tingkatannya.
8. Pimpinan IPM berhak dan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
lembaga khusus di tingkatan yang bersangkutan.
Pasal 31
Muktamar
1. Muktamar diselenggarakan atas undangan Pimpinan Pusat.
2. Undangan, acara dan materi muktamar minimal telah sampai kepada yang bersangkutan
dua (2) bulan sebelumnya.
3. Muktamar dinyatakan sah apabila dihadiri anggota muktamar dengan tidak memandang
jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah sudah disampaikan kepada yang
bersangkutan.
4. Anggota Muktamar terdiri dari :
a. Peserta Penuh:
1. Ketua Umum Pimpinan Pusat dan anggota pimpinan pusat yang terpilih sebagai
formatur pada Muktamar sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Wilayah atau yang mewakilinya dan 4 orang utusan
Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum Pimpinan Daerah atau yang mewakilinya dan 2 orang utusan
Pimpinan Daerah.
b. Peserta Peninjau:
1. Personil Pimpinan Pusat yang tidak menjadi peserta Muktamar.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
5. Setiap Peserta Muktamar berhak satu suara.
6. Isi dan susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dengan berdasarkan
keputusan Konpiwil sebelumnya.
7. Acara pokok dalam Muktamar:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Pusat:
1. Kebijakan Pimpinan Pusat.
2. Organisasi dan administrasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Konpiwil sebelumnya
4. Keuangan
b. Pandangan umum Pimpinan Wilayah.
c. Penyusunan program periode berikut.
d. Pemilihan Pimpinan Pusat.
e. Masalah-masalah IPM yang bersifat urgen.
f. Rekomendasi.
8. Ketentuan tata tertib Muktamar diatur oleh Pimpinan Pusat dan disahkan dalam Konpiwil.
9. Keputusan Muktamar mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat sampai diubah
atau dicabut kembali oleh Muktamar berikutnya.
10. Selambat-lambatnya sebulan setelah Muktamar Pimpinan Pusat harus menyampaikan hasil
keputusan Muktamar kepada Pimpinan Muhammadiyah sebagai pemberitahuan.
11. Pada waktu berlangsungnya Muktamar dapat diselenggarakan acara atau kegiatan
pendukung yang tidak mengganggu jalannya Muktamar.
12. Pimpinan Pusat bertanggung jawab atas penyelenggaraan Muktamar.
Pasal 32
Muktamar Luar Biasa
(MLB)
1. Muktamar Luar Biasa diselenggarakan atas undangan Pimpinan Pusat berdasarkan usulan
2/3 dari jumlah Pimpinan Wilayah.
2. Muktamar Luar Biasa dinyatakan sah apabila dihadiri anggota Muktamar Luar Biasa dengan
tidak memandang jumlah yang hadir asalkan undangan secara sah telah disampaikan
kepada yang bersangkutan.
3. Anggota Muktamar Luar Biasa terdiri dari:
a. Peserta Penuh:
1. Ketua Umum Pimpinan Pusat dan anggota pimpinan pusat yang terpilih sebagai
formatur pada Muktamar sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Wilayah atau yang mewakilinya dan 4 orang utusan
Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum Pimpinan Daerah atau yang mewakilinya dan 2 orang utusan
Pimpinan Daerah.
a. Peserta Peninjau:
1. Personil Pimpinan Pusat yang tidak menjadi peserta Muktamar.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
4. Setiap peserta Muktamar berhak atas satu suara.
5. Isi dan susunan acara Muktamar Luar biasa disesuaikan dengan alasan penyelenggaraan
Muktamar Luar Biasa.
6. Keputusan Muktamar Luar Biasa mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat
sampai diubah atau dicabut oleh Muktamar berikutnya.
7. Selambat-lambatnya sebulan setelah Muktamar Luar Biasa, Pimpinan Pusat harus
menyampaikan hasil keputusan Muktamar Luar Biasa kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah sebagai pemberitahuan.
8. Pimpinan Pusat bertanggung jawab atas penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa.
Pasal 33
Konferensi Pimpinan Wilayah
(Konpiwil)
1. Konferensi Pimpinan Wilayah diselenggarakan atas undangan Pimpinan Pusat.
2. Undangan, acara, dan materi Konferensi Pimpinan Wilayah minimal sampai kepada yang
bersangkutan sebulan sebelum acara konpiwil diselenggarakan.
3. Konferensi Pimpinan Wilayah dinyatakan sah apabila dihadiri anggota Konferensi Pimpinan
Wilayah dengan tanpa memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah
sudah disampaikan kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Konferensi Pimpinan Wilayah terdiri dari:
a. Peserta Penuh:
1. Ketua Umum Pimpinan Pusat dan anggota Pimpinan Pusat yang terpilih sebagai
formatur pada Muktamar sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Wilayah atau yang mewakilinya dan utusan Pimpinan
Wilayah masing-masing 3 orang.
b. Peserta Peninjau:
1. Personil Pimpinan Pusat yang tidak menjadi peserta Konpiwil.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
5. Setiap peserta Konperensi Pimpinan Wilayah berhak atas satu suara
6. Isi dan susunan acara Konferensi Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pusat.
7. Acara pokok dalam Konferensi Pimpinan Wilayah.
a. Laporan kebijakan Pimpinan Pusat.
b. Masalah urgen yang tidak dapat ditangguhkan sampai Muktamar.
c. Masalah yang oleh Muktamar diserahkan kepada Konperensi Pimpinan Wilayah.
d. Mempersiapkan acara-acara Muktamar yang akan datang.
8. Sebelum Muktamar dapat diselenggarakan Konpiwil dengan agenda khusus Persiapan
Muktamar dan masalah urgen.
9. Ketentuan tata tertib Konferensi Pimpinan Wilayah ditentukan oleh Pimpinan Pusat dan
disahkan dalam sidang pleno Konferensi Pimpinan Wilayah.
10. Keputusan Konferensi Pimpinan Wilayah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Pusat.
11. Selambat-lambatnya sebulan setelah Konferensi Pimpinan Wilayah, keputusan harus
sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat dan menyampaikan hasil keputusan Konpiwil
kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pemberitahuan.
12. Pada waktu berlangsungnya Konferensi Pimpinan Wilayah dapat diselenggrakan acara
atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Konferensi Pimpinan Wilayah.
13. Pimpinan Pusat bertanggung jawab atas penyelenggraan Konferensi Pimpinan Wilayah.
Pasal 34
Musyawarah Wilayah
(Musywil)
1. Musyawarah wilayah diselenggarakan atas undangan Pimpinan Wilayah.
2. Undangan, acara dan materi musyawarah wilayah minimal sampai kepada yang
bersangkutan sebulan sebelumnya.
3. Musyawarah Wilayah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh anggota Musyawarah Wilayah
dengan tidak memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah sudah
disampaikan kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Musywil terdiri dari:
a. Peserta Penuh :
1. Ketua Umum Pimpinan Wilayah dan anggota Pimpinan Wilayah yang terpilih
sebagai formatur pada Musayawarah Wilayah sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Daerah atau yang mewakili dan 4 orang utusan Pimpinan
Daerah.
3. Utusan Pimpinan Cabang masing-masing 2 orang.
b. Peserta Peninjau :
1. Pimpinan Wilayah yang tidak menjadi peserta musyawarah wilayah.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah.
5. Setiap peserta Musyawarah Wilayah berhak atas satu suara.
6. Isi dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dengan
berdasarkan keputusan Konferensi Pimpinan Daerah sebelumnya. Pimpinan Pusat berhak
mengubah acara tersebut berdasarkan kebijakan dan kepentingan organisasi.
7. Acara pokok dalam Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah:
1. Kebijakan Pimpinan Wilayah.
2. Organisasi dan administrasi.
3. Pelaksanaan Keputusan Musyawarah Wilayah dan Konpida serta instruksi
Pimpinan Pusat.
4. Keuangan.
b. Penyusunan Program IPM berikutnya.
c. Pemilihan Pimpinan Wilayah.
d. Masalah urgen dalam Wilayah.
e. Rekomendasi.
8. Ketentuan Tata Tertib Musyawarah Wilayah diatur oleh Pimpinan Wilayah dan disahkan
dalam Konferensi Pimpinan Daerah.
9. Keputusan Musyawarah Wilayah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah
sampai diubah atau dicabut oleh Musyawarah Wilayah berikutnya.
8. Selambat-lambatnya sebulan setelah Musywil, Pimpinan Wilayah harus menyampaikan
hasil keputusan Musyawarah Wilayah kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah setempat
sebagai pemberitahuan dan kepada Pimpinan Pusat untuk mendapat pengesahan.
10. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Wilayah dapat diselenggarakan acara atau
kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musyawarah Wilayah.
11. Pimpinan Wilayah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Wilayah.
Pasal 35
Konferensi Pimpinan Daerah
(Konpida)
1. Konferensi Pimpinan Daerah diselenggarakan atas undangan Pimpinan Wilayah.
2. Undangan, acara dan materi Konperensi Pimpinan Daerah sedapat mungkin sampai
kepada yang bersangkutan sebulan sebelumnya.
3. Konferensi Pimpinan Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri anggota Konperensi Pimpinan
Daerah dengan tidak memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah sudah
disampaikan kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Konferensi Pimpinan Daerah terdiri dari:
a. Peserta Penuh :
1. Ketua Umum Pimpinan Wilayah dan anggota Pimpinan Wilayah yang terpilih
sebagai untuk formatur pada Musyawarah Wilayah sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Daerah atau yang mewakili dan 3 orang utusan Pimpinan
Daerah.
b. Peseta Peninjau:
1. Pimpinan Wilayah yang tidak menjadi peserta Konpida.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah.
5. Setiap peserta Konferensi Pimpinan Daerah berhak atas satu suara.
6. Isi dan susunan acara Konperensi Pimpinan daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Pusat dapat mengubah acara tersebut berdasarkan kebijakan dan kepentingan
organisasi.
7. Acara Pokok dalam Konferensi Pimpinan Daerah :
a. Laporan Kebijakan Pimpinan Wilayah.
b. Masalah Urgen yang tidak dapat ditangguhkan sampai Musyawarah Wilayah
c. Masalah yang oleh Musywil diserahkan kepada Konferensi Pimpinan Daerah.
d. Evaluasi gerak organisasi dan pelaksanaan program.
e. Mempersiapkan acara-acara Musywil berikutnya.
8. Sebelum Musywil dapat diselenggarakan Konpida dengan agenda khusus Persiapan
musywil dan masalah urgen
9. Ketentuan tata tertib Konferensi Pimpinan Daerah ditentukan oleh Pimpinan Wilayah dan
disahkan dalam sidang pleno Konperensi Pimpinan Daerah.
10. Keputusan Konferensi Pimpinan Daerah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Wilayah.
11. Selambat-lambatnya sebulan setelah Konferensi Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah
harus menyampaikan hasil keputusan Konferensi Pimpinan Daerah kepada Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah setempat sebagai pemberitahuan dan kepada Pimpinan Pusat
IRM untuk mendapat pengesahan.
12. Apabila sampai satu bulan sesudah penyerahan hasil keputusan Konferensi Pimpinan
Daerah tersebut belum ada jawaban dari Pimpinan Pusat, maka keputusan tersebut
dianggap sah.
13. Pada waktu berlangsungnya Konferensi Pimpinan Daerah dapat diselenggakan acara atau
kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Konferensi Pimpinan Daerah.
14. Pimpinan Wilayah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Konferensi Pimpinan Daerah.
Pasal 36
Musyawarah Daerah
(Musyda)
1. Musyawarah Daerah diselenggarakan atas undangan Pimpinan Daerah.
2. Undangan, acara, dan materi Musyawarah Daerah sedapat mungkin sampai kepada yang
bersangkutan sebulan sebelumnya.
3. Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh anggota Musyawarah Daerah dengan
tidak memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah sudah sampaikan
kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Musyawarah Daerah terdiri dari:
a. Peserta Penuh :
1. Ketua Umum Pimpinan Daerah dan anggota Pimpinan Daerah yang terpilih
sebagai formatur dalam Musyawarah Daerah sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Cabang atau yang mewakili dan 3 orang utusan Pimpinan
Cabang.
3. Utusan Pimpinan Ranting masing-masing 2 orang.
b. Peserta Peninjau :
1. Pimpinan Daerah yang tidak menjadi peserta Musyawarah Daerah.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah.
5. Setiap peserta Musyawarah daerah berhak atas satu suara.
6. Isi dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dengan
berdasarkan keputusan Konpiran sebelumnya. Pimpinan Wilayah berhak mengubah acara
tersebut berdasarkan kebijakan dan kepentingan organisasi.
7. Acara pokok Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Daerah.
1. Kebijakan Pimpinan Daerah.
2. Organisasi dan administrasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah dan Konpiran sebelumnya serta
instruksi Pimpinan di tingkat atasnya.
4. Keuangan.
b. Penyusunan Program Kerja IPM periode berikutnya.
c. Pemilihan Pimpinan Daerah.
d. Masalah IPM yang urgen dalam Daerahnya.
e. Rekomendasi.
8. Ketentuan tata tertib Musyawarah Daerah diatur oleh Pimpinan Daerah.
9. Keputusan Musyawarah Daerah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah
sampai diubah atau dicabut kembali oleh Musyawarah Daerah berikutnya.
10. Selambat-lambatnya sebulan setelah Musyda Pimpinan Daerah harus menyampaikan hasil
keputusan Musyda kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah setempat sebagai
pemberitahuan dan kepada pimpinan wilayah IPM untuk mendapatkan pengesahan
dengan tembusan kepada Pimpinan Pusat.
11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Daerah dapat diselenggarakan acara atau
kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musyawarah Daerah.
12. Pimpinan Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Daerah.
Pasal 37
Konferensi Pimpinan Cabang
(Konpicab)
1. Konferensi Pimpinan Cabang diselenggakan atas undangan Pimpinan Daerah.
2. Undangan, acara, dan materi Konferensi Pimpinan Cabang minimal sampai kepada yang
bersangkutan sebulan sebelumnya.
3. Konferensi Pimpinan Cabang dinyatakan sah apabila dihadiri oleh anggota Konferensi
Pimpinan Cabang dengan tidak memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara
sah sudah disampaikan kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Konferensi Pimpinan Cabang terdiri dari:
a. Peserta Penuh :
1. Ketua Umum Pimpinan Daerah dan anggota Pimpinan Daerah yang terpilih
sebagai formatur dalam Musyawarah Daerah sebelumnya.
2. Ketua Umum Pimpinan Cabang atau yang mewakili dan 4 orang utusan Pimpinan
Cabang.
b. Peserta Peninjau :
1. Pimpinan Daerah yang tidak menjadi peserta Konferensi Pimpinan Cabang.
2. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah.
5. Setiap peserta Konferensi Pimpinan Cabang berhak atas satu suara.
6. Isi dan susunan acara Konperensi Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah,
Pimpinan Wilayah dapat mengubah acara tersebut berdasarkan kebijakan dan kepentingan
organisasi.
7. Acara Pokok Konferensi Pimpinan Cabang:
a. Laporan Kebjijakan Pimpinan Daerah
b. Masalah urgen yang tidak dapat ditangguhkan sampai Musyda.
c. Masalah yang oleh Musyda diserahkan kepada Konferensi Pimpinan Cabang.
d. Evaluasi gerak organisasi dan pelaksanaan program
e. Mempersiapkan acara-acara Musyda berikutnya.
8. Ketentuan tata tertib Konferensi Pimpinan Cabang ditentukan oleh Pimpinan Daerah dan
disahkan dalam rapat pleno Konperensi Pimpinan Cabang.
9. Keputusan Konferensi Pimpinan Cabang mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Daerah.
10. Selambat–lambatnya sebulan setelah Konferensi Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah
harus menyampaikan hasil keputusan Konferensi Pimpinan Cabang kepada Pimpinan
Daerah Muhammadiyah setempat sebagai pemberitahuan dan kepada Pimpinan Wilayah
IRM untuk mendapatkan pengesahan dengan tembusan kepada Pimpinan Pusat.
11. Apabila sampai sebulan sesudah penyerahan hasil keputusan Konferensi Pimpinan
Cabang tersebut belum ada jawaban dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan tersebut
dianggap sah.
12. Pada waktu berlangsungnya Konferensi Pimpinan Cabang dapat diselenggarakan acara
pendukung atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Konferensi
Pimpinan Cabang.
13. Pimpinan Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Konferensi Pimpinan Cabang.
Pasal 38
Musyawarah Ranting
(Musyran)
1. Musyawarah Ranting diselenggarakan atas undangan Pimpinan Ranting.
2. Undangan, acara, dan materi Musyawarah Ranting minimal sampai kepada yang
bersangkutan seminggu sebelumnya.
3. Musyawarah Ranting dinyatakan sah apabila dihadiri oleh anggota Musyawarah Ranting
dengan tidak memandang jumlah yang hadir, asalkan undangan secara sah disampaikan
kepada yang bersangkutan.
4. Anggota Musyawarah Ranting terdiri dari:
a. Peserta Penuh :
1. Personal Pimpinan Ranting.
2. Seluruh anggota Ranting atau wakil–wakil anggota sesuai kebijakan Pimpinan
Ranting.
b. Peserta Peninjau :
1. Mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting.
5. Setiap peserta Musyawarah Ranting berhak atas satu suara.
6. Isi dan susunan acara Musyawarah Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting, Pimpinan
Daerah berhak mengubah acara tersebut berdasarkan kebijakan dan kepentingan
organisasi.
7. Acara Pokok dalam Musyawarah Ranting :
a. Laporan Pertanggungjawaban Pimpinan Ranting.
1. Kebijakan Pimpinan Ranting.
2. Organisasi dan administrasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar, keputusan Musyawarah dan kebijakan
pimpinan di atasnya serta keputusan Musyawarah Ranting sebelumnya.
4. Keuangan
b. Penyusunan Program Kerja IPM periode berikutnya.
c. Pemilihan Pimpinan Ranting.
d. Masalah IRM yang urgen di Wilayah Rantingnya.
e. Rekomendasi.
8. Ketentuan tata tertib Musyawarah Ranting diatur oleh Pimpinan Ranting dan disahkan
dalam sidang pleno Musyawarah Ranting.
9. Keputusan Musyawarah Ranting mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting
sampai diubah atau dicabut oleh Musyawarah Ranting berikutnya.
10. Selambat-lambatnya sebulan setelah Musyawarah Ranting, Pimpinan Ranting harus
menyampaikan hasil keputusan Musyawarah Ranting kepada Pimpinan sekolah/ Pimpinan
Ranting Muhammadiyah setempat sebagai pemberitahuan dan kepada Pimpinan Daerah
IPM untuk mendapatkan pengesahan dengan tembusan kepada Pimpinan Daerah.
11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Ranting dapat diselenggarakan acara atau
kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musyawarah Ranting.
12. Pimpinan Ranting bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Ranting.
Pasal 39
Keputusan Musyawarah
1. Keputusan Musyawarah diusahakan dengan mufakat.
2. Apabila keputusan dilakukan dengan pemungutan suara, maka keputusan diambil dengan
suara terbanyak mutlak.
3. Pemungutan suara atas seseorang atau masalah yang penting dapat dilakukan secara
tertulis atau secara langsung.
4. Apabila dalam pemungutan suara terdapat suara yang sama banyak, maka pemungutan
suara dapat diulangi dengan terlebih dahulu memberi kesempatan kepada masing–masing
pihak untuk menambah penjelasan, apabila setelah tiga kali hasil pemungutannya masih
tetap sama, atau tidak memenuhi syarat untuk pengambilan keputusan, maka persoalannya
dibekukan atau diserahkan kepada Pimpinan di atasnya atau Pimpinan Muhammadiyah yang
setingkat atau kepada Kepala Sekolah.
Pasal 40
Rapat Pimpinan
1. Rapat pimpinan adalah rapat dalam IPM di tingkat Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, dan
Ranting yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan bersangkutan.
2. Rapat pimpinan membicarakan masalah kebijakan, program, dan lainnya.
3. Rapat pimpinan termasuk adalah rapat pleno diperluas.
4. Rapat pleno diperluas adalah rapat pimpinan IPM ditambah dengan pimpinan di tingkat
bawahnya untuk membahas masalah-masalah mendesak.
5. Ketentuan lain mengenai rapat pimpinan diatur dalam pedoman umum.
Pasal 41
Rapat Kerja
1. Rapat kerja adalah rapat yang diadakan untuk membicarakan pelaksanaan keputusan
Musyawarah pimpinan yang bersangkutan yang menyangkut program dan kegiatan
organisasi atau amal usaha.
2. Ketentuan mengenai rapat kerja ini diatur dalam pedoman umum.
Pasal 42
Laporan
Setiap Pimpinan berkewajiban untuk membuat laporan tentang keadaan IPM meliputi bidang
organisasi, amal usaha, administrasi, inventarisasi organisasi dan kegiatan-kegiatan termasuk
laporan bidang/lembaga khusus, problematika, usul dan saran dari tingkat Pimpinan IPM masingmasing
disampaikan kepada Pimpinan di atasnya, dengan ketentuan bagi Pimpinan Wilayah,
Daerah setiap tiga bulan dan Pimpinan Ranting setiap dua bulan.
Pasal 43
Keuangan
1. Uang pangkal dan Iuran Anggota besarnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Pengelolaan/penarikan keuangan akan diatur dalam peraturan khusus yang dibuat oleh
Pimpinan Wilayah masing-masing.
3. Keperluan Pimpinan IPM setempat dibiayai oleh Pimpinan yang bersangkutan berdasarkan
keputusan musyawarah masing- masing.
4. Distribusi Uang Pangkal dan Iuran Anggota adalah sebagai berikut:
a. 65 % untuk Pimpinan Ranting
b. 20 % untuk Pimpinan Cabang
c. 15 % untuk Pimpinan Daerah
d. 0 % untuk Pimpinan Wilayah
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan akan diatur dalam pedoman dan
ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat IPM.
5. Setiap tahun Pimpinan IPM masing-masing tingkat mengadakan perhitungan, pemeriksaan
kas dan hak milik serta melaporkannya kepada permusyawaratan yang bersangkutan.
6. Musyawarah memeriksa pertanggungjawaban keuangan IPM dengan membentuk tim
verifikasi/pemeriksaan keuangan.
7. Perorangan, badan-badan, lembaga-lembaga, organisasi-organisasi dan sebagainya dapat
menjadi donatur IPM dengan tidak mengikat.
8. Laporan keuangan IPM harus didasari pada prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 44
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
Anggaran Rumah Tangga ini dapat diubah oleh Muktamar, Muktamar Luar Biasa dan/atau
Konferensi Pimpinan Wilayah atas persetujuan 2/3 (dua pertiga) peserta yang hadir.
Pasal 45
Aturan Tambahan
1. IPM Menggunakan tahun masehi dimulai 1 Januari dan berakhir 31 Desember.
2. Pedoman Adminsitrasi IPM diatur oleh Pimpinan Pusat.
3. Hal-hal dalam peraturan Anggaran Rumah Tangga ini yang memerlukan peraturan
pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan peraturan yang dibuat oleh Pimpinan Pusat.
4. Segala ketentuan yang bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga ini dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 46
Penutup
Anggaran Rumah Tangga ini telah disahkan dalam Muktamar Ikatan Remaja Muhammadiyah
XVI pada tanggal 28 Oktober 2008 di Solo dan dinyatakan berlaku mulai tanggal tersebut
sebagai pengganti Anggaran Rumah Tangga terdahulu.

Anggaran DAsar IPM

ANGGARAN DASAR

Ikatan Pelajar Muhammadiyah

BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama dan Tempat Kedudukan
1. Organisasi ini bernama Ikatan Pelajar Muhammadiyah disingkat IPM, yang didirikan di
Surakarta pada tanggal 5 Shafar 1381 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 Juli 1961
Miladiyah.
2. Ikatan Pelajar Muhammadiyah berkedudukan di Pimpinan Pusat.
BAB II
ASAS, IDENTITAS, LAMBANG, DAN SEMBOYAN
Pasal 2
Asas
Ikatan Pelajar Muhammadiyah berasaskan Islam.
Pasal 3
Identitas
Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah Organisasi Otonom Muhammadiyah, merupakan gerakan
Islam, dakwah amar makruf nahi munkar di kalangan pelajar, berakidah Islam dan bersumber
pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah.
Pasal 4
Lambang
Lambang Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah segi lima berisi runcing di bawah yang
merupakan deformasi bentuk pena dengan jalur besar tengah runcing di bawah berwarna kuning,
diapit oleh dua jalur berwarna merah dan dua jalur berwarna hijau dengan matahari bersinar
sebagai keluarga Muhammadiyah di mana tengah bulatan matahari terdapat gambar buku dan
tulisan Al-Qur’an surat Al-Qolam ayat 1 dan tulisan IPM di bawah matahari.
Pasal 5
Semboyan
Nuun Walqalami Wama Yasyturuun yang
berarti : Nuun, demi pena dan apa yang dituliskannya.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka
menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
Pasal 7
Usaha
1. Menanamkan kesadaran beragama Islam, memperteguh iman, menertibkan peribadatan
dan mempertinggi akhlak karimah.
2. Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama Islam untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenaran-Nya.
3. Memperdalam, memajukan, dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial dan
budaya.
4. Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota guna meningkatkan fungsi dan peran
IPM sebagai kader persyarikatan, umat, dan bangsa dalam menunjang pembanguan
manusia seutuhnya menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5. Meningkatkan amal shalih dan kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
6. Segala usaha yang tidak menyalahi ajaran Islam dengan mengindahkan hukum dan falsafah
yang berlaku.
BAB IV
BASIS MASSA
Pasal 8
Basis Massa
Basis massa Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah pelajar.
Pasal 9
Pengertian Pelajar
Pelajar adalah kelas sosial tertentu yang menuntut ilmu secara terus menerus serta memiliki hak
dan kewajiban dalam bidang pendidikan.
BAB V
KEANGGOTAAN, KADER, DAN SIMPATISAN
Pasal 10
Anggota
1. Anggota IPM adalah:
a. Pelajar muslim yang belajar di sekolah Muhammadiyah dan non-Muhammadiyah
setingkat SMP dan atau SMA.
b. Pelajar muslim yang berusia minimal 12 tahun dan maksimal 21 tahun.
c. Mereka yang pernah menjadi anggota sebagaimana ketentuan huruf a dan b, yang
diperlukan oleh organisasi dengan usia maksimal 24 tahun.
d. Anggota sebagaimana tersebut dalam huruf c di atas yang karena terpilih menjadi
pimpinan bisa diperpanjang keanggotaannya sampai masa jabatannya selesai.
2. Hak dan kewajiban serta peraturan lainnya tentang keangotaan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 11
Kader
1. Kader IPM adalah anggota yang telah mengikuti perkaderan Taruna Melati serta mampu
dan pernah menjadi penggerak inti ikatan.
2. Ketentuan lain tentang kader dan kekaderan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 12
Simpatisan
1. Simpatisan adalah mereka yang menyetujui maksud dan tujuan IPM tetapi tidak memenuhi
syarat sebagai anggota.
2. Ketentuan lain tentang simpatisan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
SUSUNAN, PEMBENTUKAN, PELEBURAN, PEMEKARAN,
DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 13
Susunan Organisasi
1. Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu sekolah atau madrasah atau pondok
pesantren atau desa/kelurahan atau masjid atau panti asuhan.
2. Cabang adalah kesatuan ranting-ranting di tingkat Kecamatan.
3. Daerah adalah kesatuan cabang-cabang di tingkat Kabupaten/Kota.
4. Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah di tingkat Provinsi.
5. Pusat adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam negara.
Pasal 14
Penetapan Organisasi
1. Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.
2. Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan
Wilayah.
3. Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
Pasal 15
Pembentukan, Peleburan, dan Pemekaran
Pembentukan, peleburan, dan pemekaran organisasi diatur dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat.
BAB VII
PIMPINAN
Pasal 16
Pimpinan Pusat
1. Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin IPM secara keseluruhan.
2. Pimpinan Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar dengan surat keputusan Pimpinan
Pusat IPM.
3. Perubahan dan penambahan personil (Reshuffle) Pimpinan Pusat menjadi wewenang
Pimpinan Pusat dilaksanakan dalam pleno pimpinan di mana menjamin adanya peningkatan
efisiensi dan penyegaran jalannya kepemimpinan dan ditetapkan dengan surat keputusan.
Pasal 17
Pimpinan Wilayah
1. Pimpinan Wilayah adalah pimpinan dalam wilayah dan melaksanakan kepemimpinan di wilayahnya.
2. Pimpinan Wilayah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah dengan surat keputusan
pimpinan di atasnya.
3. Pimpinan Wilayah karena jabatannya adalah menjadi wakil Pimpinan Pusat dan Wilayahnya.
4. Perubahan dan penambahan personal (Reshuffle) Pimpinan Wilayah menjadi wewenang
Pimpinan Wilayah dilaksanakan dalam pleno pimpinan di mana menjamin adanya
peningkatan efisiensi dan penyegaran jalannya kepemimpinan dan ditetapkan dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
Pasal 18
Pimpinan Daerah
1. Pimpinan Daerah adalah pimpinan dalam daerah dan melaksanakan kepemimpinan di
daerahnya.
2. Pimpinan Daerah dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah dengan surat keputusan
pimpinan di atasnya.
3. Pimpinan Daerah karena jabatannya adalah menjadi wakil Pimpinan Wilayah di daerahnya.
4. Perubahan dan penambahan personal (Reshuffle) Pimpinan Daerah menjadi wewenang
Pimpinan Daerah dilaksanakan dalam pleno pimpinan di mana menjamin adanya
peningkatan efisiensi dan penyegaran jalannya kepemimpinan dan ditetapkan dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
Pasal 19
Pimpinan Cabang
1. Pimpinan Cabang adalah pimpinan dalam cabang dan melaksanakan kepemimpinan di
Cabangnya.
2. Pimpinan Cabang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Cabang dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
3. Pimpinan Cabang karena jabatannya adalah menjadi wakil Pimpinan Daerah di cabangnya.
4. Perubahan dan penambahan personal (Reshuffle) Pimpinan Cabang menjadi wewenang
Pimpinan Cabang dilaksanakan dalam pleno pimpinan di mana menjamin adanya
peningkatan efisiensi dan penyegaran jalannya kepemimpinan dan ditetapkan dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
Pasal 20
Pimpinan Ranting
1. Pimpinan Ranting adalah pimpinan dalam ranting dan melaksanakan kepemimpinan di
rantingnya.
2. Pimpinan Ranting dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Ranting dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
3. Pimpinan Ranting karena jabatannya adalah menjadi wakil Pimpinan Cabang di rantingnya.
4. Penambahan dan perubahan personal (Reshuffle) Pimpinan Ranting menjadi wewenang
Pimpinan Ranting dilaksanakan dalam pleno pimpinan di mana menjamin adanya
peningkatan efisiensi dan penyegaran jalannya kepemimpinan dan ditetapkan dengan surat
keputusan pimpinan di atasnya.
Pasal 21
Pemilihan Pimpinan
1. Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau dengan menunjuk formatur atas dasar keputusan musyawarah masing-masing.
2. Syarat anggota pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22
Pergantian Pimpinan
1. Pergantian Pimpinan IPM yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya
sampai dilakukan serah terima dengan pimpinan yang baru.
2. Serah terima jabatan dilakukan pada saat pelantikan pimpinan yang baru.
3. Setiap pergantian Pimpinan IPM harus menjamin adanya peningkatan efisiensi dan
penyegaran jalannya kepemimpinan dengan memasukkan tenaga kader.
Pasal 23
Masa Jabatan Pimpinan
1. Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang
selama 2 tahun. Sedangkan Pimpinan Ranting selama 1 tahun.
2. Jabatan Ketua Umum di setiap level struktur dijabat maksimal satu kali masa jabatan.
3. Jabatan anggota pimpinan di setiap level struktur maksimal selama dua kali periode secara
berturut-turut.
4. Serah terima jabatan Pimpinan Pusat dapat dilakukan pada saat Muktamar telah
menetapkan dan mengesahkan Pimpinan Pusat yang baru. Sedangkan serah terima jabatan
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan
setelah disahkan oleh pimpinan di atasnya.
Pasal 24
Perangkapan Jabatan
1. Rangkap jabatan dengan organisasi politik dan/atau organisasi massa yang berafiliasi
dengan organisasi politik adalah dilarang.
2. Rangkap jabatan dalam IPM, Organisasi Otonom Muhammadiyah, dan kepemudaan lainnya
hanya dapat dibenarkan setelah mendapat izin dari pimpinan yang bersangkutan.
3. Rangkap jabatan dengan organisasi kepelajaran lainnya adalah dilarang.
Pasal 25
Ketentuan Luar Biasa
Dalam hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 16 sampai dengan
pasal 24 di atas, Pimpinan Pusat dapat mengambil keputusan lain.
BAB VIII
LEMBAGA IPM
Pasal 26
Lembaga IPM
1. Pimpinan IPM dapat membentuk lembaga IPM.
2. Lembaga IPM adalah badan pembantu pimpinan yang melaksanakan hal-hal yang tidak
dapat ditangani langsung oleh pimpinan dalam hal pelaksanaan dan pengembangan
operasional program.
3. Hal-hal lain mengenai lembaga IPM diatur dalam aturan Pimpinan IPM.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 27
Muktamar
1. Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi dalam ikatan yang diselenggarakan oleh dan
atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
2. Muktamar diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun sekali.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 28
Muktamar Luar Biasa
(MLB)
1. Muktamar Luar Biasa adalah Muktamar yang diselenggarakan apabila keberadaan ikatan
dalam bahaya dan/atau terancam dibubarkan yang Konpiwil tidak berwenang untuk
memutuskan dan tidak dapat ditangguhkan sampai Muktamar berikutnya.
2. Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas Keputusan Konpiwil.
3. Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 29
Konferensi Pimpinan Wilayah
(Konpiwil)
1. Konferensi Pimpinan Wilayah adalah permusyaratan tertinggi ikatan setelah Muktamar yang
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
2. Konferensi Pimpinan Wilayah diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu
periode.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Konpiwil diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 30
Musyawarah Wilayah
(Musywil)
1. Musyawarah Wilayah adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat wilayah yang
diselenggarakan oleh dan atas tangung jawab Pimpinan Wilayah.
2. Musyawarah Wilayah diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun sekali.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Musywil diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 31
Konferensi Pimpinan Daerah
(Konpida)
1. Konferensi Pimpinan Daerah adalah permusyawaratan tertinggi tingkat wilayah setelah
Musyawarah Wilayah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan
Wilayah.
2. Konferensi Pimpinan daerah diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu priode.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Konpida diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 32
Musyawarah Daerah
(Musyda)
1. Musyawarah Daerah adalah permusyaratan tertinggi di tingkat daerah yang diselenggarakan
oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
2. Musyawarah daerah diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun sekali.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Musyda diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Konferensi Pimpinan Cabang
(Konpicab)
1. Konferensi Pimpinan Cabang adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat daerah setelah
Musyda, yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
2. Konferensi Pimpinan Cabang diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu atau
dua tahun dalam satu periode.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Konpicab diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 34
Musyawarah Cabang
(Musycab)
1. Musyawarah Cabang adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat Cabang yang
diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
2. Musyawarah Cabang diselenggarkan setiap 1 (satu) tahun sekali.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Musycab diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 35
Musyawarah Ranting
(Musyran)
1. Musyawarah Ranting adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat ranting yang
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
2. Musyawarah Ranting di selenggarakan setiap 1 (satu) tahun sekali.
3. Acara dan ketentuan lain tentang Musyran diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 36
Keabsahan dan Keputusan Permusyawaratan
1. Permusyawaratan dapat berlangsung tanpa memandang jumlah yang hadir, asal yang
bersangkutan telah diundang secara sah.
2. Keputusan permusyawaratan diusahakan diambil berdasarkan musyawarah mufakat dan
apabila tidak tercapai diambil dengan pemungutan suara maka putusan dengan suara
terbanyak mutlak.
3. Keputusan Muktamar berlaku setelah diberitahukan kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dan ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat IPM.
4. Keputusan Musywil, Musyda, dan Musycab berlaku setelah diberitahukan kepada Pimpinan
Muhammadiyah setingkat dan disahkan oleh pimpinan di atasnya.
5. Keputusan Musyran berlaku setelah diberitahukan kepada pimpinan sekolah atau Pimpinan
Ranting Muhammadiyah setempat dan disahkan oleh pimpinan di atasnya.
6. Keputusan Konpiwil, Konpida, dan Konpicab berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan
yang bersangkutan dan diberitahukan kepada Pimpinan Muhammadiyah setingkat.
Pasal 37
Tanfidz
1. Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Konpiwil, Musywil, Konpida,
Musyda, Konpicab, dan Musyran.
2. Keputusan Muktamar dan Konferensi Pimpinan Wilayah dan rapat pimpinan berlaku sejak
ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat dan diberitahukan kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
3. Keputusan Musywil, Konpida, Musyda, Konpicab, dan Musyran, serta rapat pimpinan
berlaku setelah ditanfidzkan oleh pimpinan masing-masing tingkatan setelah mendapat
pengesahan dari pimpinan di atasnya dan diberitahukan kepada pimpinan Muhammadiyah
di masing-masing tingkatan.
4. Tanfidz bersifat redaksional, mempertimbangkan kemaslahatan dan tidak bertentangan
dengan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPM.
BAB X
RAPAT
Pasal 38
1. Rapat dibedakan menjadi dua jenis: Rapat Pimpinan dan Rapat Kerja.
2. Ketentuan lain mengenai rapat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 39
Pengertian
Keuangan dan Kekayaan IPM adalah semua harta benda yang diperoleh dari sumber yang sah
dan halal serta digunakan untuk kepentingan pelaksanaan organisasi.
Pasal 40
Sumber
Keuangan IPM diperoleh dari:
1. Iuran Anggota.
2. Uang Pangkal.
3. Bantuan rutin dari Pimpinan Muhammadiyah setingkat.
4. Sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Pasal 41
Pengolalan dan Pengawasan
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 42
Laporan
1. Pimpinan IPM semua tingkatan wajib membuat laporan perkembangan organisasi, laporan
pertanggungjawaban, laporan kebijakan dan keuangan disampaikan kepada
permusyawaratan masing-masing tingkatan.
2. Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 43
Anggaran Rumah Tangga
1. Anggaran Rumah Tangga menjelaskan Anggaran Dasar dan mengatur segala sesuatu yang
belum diatur dalam Anggaran Dasar ini.
2. Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran dasar yang
disahkan oleh Muktamar atau Konpiwil.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 44
Pembubaran
1. Pembubaran Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi wewenang Muktamar atau Muktamar
Luar Biasa IPM.
2. Pembubaran IPM ditetapkan oleh Tanwir atau Muktamar Muhammadiyah atau usulan PP
Muhammadiyah.
3. Sesudah Ikatan Pelajar Muhammadiyah bubar, segala hak miliknya menjadi hak milik
Muhammadiyah.
BAB XV
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 45
Perubahan Anggaran Dasar
1. Anggaran Dasar hanya dapat diubah di forum Muktamar.
2. Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurang-kurangnya
atas persetujuan 2/3 jumlah peserta Muktamar yang hadir.
3. Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Konpiwil dan harus sudah tercantum
dalam acara Muktamar.
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 46
Penutup
1. Anggaran Dasar ini disusun sebagai penyempurnaan dan pengganti Anggaran Dasar
sebelumnya, disahkan pada tanggal 28 Oktober 2008 dalam Muktamar Ikatan Remaja
Muhammadiyah XVI di Solo dan dinyatakan berlaku sejak ditanfidzkan.
2. Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, maka Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan tidak
berlaku lagi

Sejarah IPM By. AOC

Sejarah IPM

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berdiri tahun 1961. Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah.

Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.

Setelah tahun 1947, berdirinya kantong-kantong pelajar Muhammadiyah untuk beraktivitas mulai mendapatkan resistensi dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah sendiri. Pada tahun 1950, di Sulawesi (di daerah Wajo) didirikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, namun akhirnya dibubarkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat. Pada tahun 1954, di Yogyakarta berdiri GKPM yang berumur 2 bulan karena dibubarkan oleh Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali didirikan di Yogyakarta, tetapi dibubarkan juga oleh Muhammadiyah (yaitu Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah). Setelah GKPM dibubarkan, pada tahun 1956 didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudian merencanakan akan mengadakan musyawarah se-Jawa Tengah. Akan tetapi, upaya ini mendapat tantangan dari Muhammadiyah, bahkan para aktifisnya diancam akan dikeluarkan dari sekolah Muhammadiyah bila tetap akan meneruskan rencananya. Pada tahun 1957 juga berdiri IPSM (Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di Surakarta, yang juga mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri.

Resistensi dari berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah, terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi bagi pelajar Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik di Indonesia yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika merentang sejarah yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan sebuah background politik ummat Islam secara keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI berdiri, organisasi-organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan dengan membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan Deklarasi Panca Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan ummat Islam, bahwa ummat Islam bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi; satu gerakan mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII); satu gerakan pelajar Islam, yaitu Pelajar Islam Indonesia (PII); dan satu Kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI). Kesepakatan bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat bertahan lama, karena pada tahun 1948 PSII keluar dari Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU pada tahun 1952. Sedangkan Muhammadiyah tetap bertahan di dalam Masyumi sampai Masyumi membubarkan diri pada tahun 1959. Bertahannya Muhammadiyah dalam Masyumi akhirnya menjadi mainstream yang kuat bahwa deklarasi Panca Cita hendaknya ditegakkan demi kesatuan ummat Islam Indonesia. Di samping itu, resistensi dari Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya anggapan yang merasa cukup dengan adanya kantong-kantong angkatan muda Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul ‘Aisyiyah, yang cukup bisa mengakomodasikan kepentingan para pelajar Muhammadiyah.

Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai mendapat titik-titik terang dan mulai menunjukan keberhasilanya, yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktivitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muham-madiyah. Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammdiyah dilakukan dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan-pembicaraan mengenai perlunya berdiri organisai pelajar Muhammadiyah banyak dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muham-madiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Dengan keputusan konferensi Pemuda Muham-madiyah di Garut tersebut akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan II/No. 4). Keputusan tersebut di antaranya ialah sebagai berikut :

Muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta kepa-da Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendi-dikan dan Pengajaran supaya memberi kesem-patan dan memnyerahkan kompetensi pemben-tukan IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah. Muktamar Pemuda Muhammadiyah mengama-natkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muham-madiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan muktamar tersebut, dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendi-dikan dan Pengajaran.

Kata sepakat akhirnya dapat tercapai antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran tentang organisasi pelajar Muhammadiyah. Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni 1961 yang ditandatangani bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas jaringan sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Keormasan, bahwa satu-satunya organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa Intra-Sekolah (OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Bahkan pada Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 di Yogyakarta, Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu (Akbar Tanjung) secara khusus dan implisit menyampaikan kebijakan pemerintah kepada IPM, agar IPM melakukan penye-suaian dengan kebijakan pemerintah.

Dalam situasi kontra-produktif tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk team eksistensi yang bertugas secara khusus menyelesaikan permasalahan ini. Setelah dilakukan pengkajian yang intensif, team eksistensi ini merekomendasikan perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Remaja Muhammadiyah. Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada yang mengang-gap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroisme sebagai-mana yang dimiliki oleh PII yang tetap tidak mau menga-kui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasinya.

Namun sesungguhnya perubahan nama tersebut merupakan blessing in disguise (rahmat tersembunyi). Perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain, seperti santri, anak jalanan, dan lain-lain.

Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat IPM Nomor VI/PP.IPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1992 melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muham-madiyah Nomor 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian, secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 Nopember 1992.

 

[sunting] MAKSUD DAN TUJUAN IPM

"TERBENTUKNYA PELAJAR MUSLIM YANG BERILMU, BERAKHLAQ MULIA, DAN TERAMPIL DALAM RANGKA MENEGAKKAN DAN MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI AJARAN ISLAM SEHINGGA TERWUJUDNYA MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA"'Teks tebal '

[sunting] Semboyan IPM

Semboyan IPM ada dalam Al-Quran surat Al-qalam ayat 1 yang berbunyi "Nuun Walqalami Wamaa Yasturuun" yang artinya "Nuun, Demi Pena dan Apa yang Dituliskannya" itulah semboyan IPM sebagai organisasi pelajar.

[sunting] Jaringan IPM

Susunan organisasi IPM dibuat secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup nasional. Pimpinan Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi atau daerah tingkat I. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat kabupaten/kotamadia atau daerah tingkat II. Sedangkan Pimpinan Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu sekolah, desa/kelurahan atau tempat lainnya. Saat ini, Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

[sunting] TINJAUAN ORGANISATORIS IPM

‎1) ‎ IPM sebagai Organisasi Maksud dan tujuan IPM adalah “terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak ‎mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan, menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran ‎Islam sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Allah ‎swt” (Pasal 3 AD/ART).‎ Keanggotaan IPM sebagai organisasi adalah keanggotaan PELAJAR. Pada ‎Anggaran Dasar Pasal 5 tentang anggota, anggota IPM adalah:‎ a)‎ Pelajar muslim yang bersekolah di perguruan Muhammadiyah tingkat ‎SMP/sederajat dan/atau SMA/sederajat;‎ b)‎ Pelajar muslim yang berusia 12 tahun dan maksimal 21 tahun;‎ c)‎ mereka yang pernah menjadi anggota sebagaimana tersebut dalam ketentuan a ‎dan b yang diperlukan oleh organisasi dengan usia maksimal 24 tahun.‎ Adapun syarat menjadi anggota IPM disebutkan dalam Anggaran Rumah Tangga ‎IPM Bab II Pasal 2 sebagai berikut.‎ a)‎ Pelajar muslim WNI, yang menyetujui maksud dan tujuan IRM, bersedia ‎mendukung kebijakan organisasi dan berperan aktif melaksanakan tugas IRM ‎dapat diterima menjadi anggota.‎ b)‎ Pelajar yang bersekolah di perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat ‎dan/atau SMA/sederajat.‎ Kewajiban anggota bahwa setiap anggota berkewajiban untuk menaati dan ‎menjalankan AD dan ART serta menaati segala peraturan dan kebijakan organisasi. ‎ Adapun hak-hak anggota IPM adalah:‎ a)‎ memberikan saran dan menyatakan pendapat demi kebaikan organisasi b)‎ memberikan suara c)‎ memberikan saran untuk kebaikan d)‎ memilih dan dipilih e)‎ mendapatkan pembinaan dari IPM Jaringan struktural IPM secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, ‎Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. ‎Dalam hal permusyawaratan, dalam IPM mengenal Muktamar, Konferensi Pimpinan ‎Wilayah (Konpiwil), Musyawarah Wilayah (Musywil), Konferensi Pimpinan Daerah ‎‎(Konpida), Musyawarah Daerah (Musyda), Konferensi Pimpinan Cabang (Konpicab), ‎Musyawarah Cabang (Musycab), Konferensi Pimpinan Ranting (Konpiran), dan ‎Musyawarah Ranting (Musyran). ‎ Permusyawaratan lain yang perlu diketahui adalah Muktamar Luar Biasa, yaitu ‎muktamar yang diselenggarakan apabila keberadaan ikatan terancam dibubarkan yang ‎Konpiwil tidak berwenang untuk memutuskan dan tidak dapat ditangguhkan sampai ‎muktamar berikutnya. Permusyawaratan dapat berlangsung tanpa me-mandang ‎jumlah yang hadir, asal yang bersangkutan telah diundang secara sah.‎ Keuangan merupakan vitalitas bagi wujud gerak maupun amal usaha. Keuangan ‎mampu menyetir langkah usaha suatu organisasi. Keuangan merupakan kekayaan dan ‎aset modal usaha organisasi. Keuangan IPM secara jelas diatur dalam AD/ART, ‎keuangan IRM diperoleh dari dana abadi, iuran anggota, uang pangkal, dan sumber ‎lain yang halal dan tidak mengikat. Demikian pula IRM mendapat bantuan rutin dari ‎pimpinan Muhammadiyah setingkat.‎

‎2) ‎ Prinsip Dasar Organisasi: IPM Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah salah satu organisasi otonom ‎persyarikatan Muhammadiyah yang merupakan gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf ‎nahi mungkar di kalangan remaja, berakidah Islam, dan bersumber pada Al-Quran ‎dan As-Sunnah. Organisasi ini didirikan dengan maksud dan tujuan sebagaimana ‎tersebut di atas, yaitu dalam Pasal 3 AD/ART Muktamar IPM XIII. Pencapaian ‎maksud dan tujuan tersebut dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:‎ a)‎ Menanamkan kesadaran beragama Islam, memperteguh iman, menertibkan ‎peribadatan dan mempertinggi akhlak.‎ b)‎ Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama Islam untuk mendapatkan ‎kemurnian dan kebenarannya.‎ c)‎ Memperdalam, memajukan dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan ‎budaya.‎ d)‎ Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota guna meningkatkan fungsi ‎dan peran IPM sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa dalam menunjang ‎pembangunan manusia seutuhnya menuju terbentuknya masyarakat utama, ‎adil dan makmur yang diridloi Allah swt.‎ e)‎ Meningkatkan amal salih dan kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.‎ f)‎ Segala usaha yang tidak menyalahi ajaran Islam dengan mengindahkan hukum ‎dan falsafah yang berlaku


                 Foto cool Ketua IPM dan Komandan Paskibra